Selasa, 28 April 2015

manurung Sipolin polin

Manurung sipolin-polin adalah buah kearifan para leluhur Manurung yang memiliki visi futuristik, bahwa setelah mereka berlalu ada kemungkinan keturunannya mengalami perpecahan. Potensi ke arah itu memang ada berhubung Raja Manurung memiliki tiga anak : Hutagurgur, Hutagaol, Manoroni. Namun berkat adanya wasiat suci tadi, sampai detik ini Manurung masih satu.
Kalau dibandingkan dengan perpecahan di banyak marga yang umumnya disusul dengan “proklamasi” marga baru, keutuhan Manurung hingga detik ini merupakan prestasi yang menarik untuk dikaji. Manurung adalah salah satu marga tertua, merupakan generasi keenam dari leluhur etnis Batak yaitu Raja Batak. Kalau dicermati silsilah marga-marga lain, sebagian besar sudah pecah pada generasi keempat. Tak sedikit di antara sub-sub marga kemudian pecah lagi, membentuk sub-sub marga baru yang nantinya bakal pecah lagi berkali-kali.
MESKI belum tersedia data statistik yang valid, bisa dikatakan, Manurung adalah salah satu marga terbesar di antara sekitar 400 marga Batak. Di Tapanuli, marga ini memiliki “home base” yang lumayan luas, terentang dari Parapat sampai Porsea, mencakup hampir setengah luas wilayah Kabupaten Toba Samosir. Sedangkan di perantauan, hampir di semua kota di Indonesia ada marga Manurung. Mayoritas bermukim di Jakarta, Bogor, Tangerang. Depok dan Bekasi.
Baik di kampung halaman maupun di perantauan, Manurung punya reputasi bagus sebagai marga yang cinta damai. Kaum prianya rata-rata berperangai tenang, kuat pengendalian diri dan lebih suka menyelesaikan perselisihan dengan berunding atau diplomasi. Mungkin karena karakternya itulah, sedikit sekali marga Manurung yang menjadi anggota TNI, Polri atau preman.
Ada juga faktor lain yang membuat kaum pria Manurung cenderung mengekang diri dan kurang garang dalam interaksi sosial sesama orang Batak, yaitu lantaran banyak betul marga yang memanggilnya Tulang (paman dari garis ibu) , karena ibunya, neneknya atau leluhurnya beberapa generasi ke atas adalah boru Manurung (perempuan bermarga Manurung). Kedudukan Tulang sangat terhormat di dalam masyarakat Batak, maka yang bersangkutan “terpaksa” menjaga sikap dan perbuatan agar sesuai dengan kedudukan itu.
Salah satu marga yang lahir dari rahim boru Manurung adalah Tambunan. Leluhur marga ini bahkan terlahir di kampung halaman Manurung di daerah Sibisa. Fakta historis ini sudah menjelaskan dengan sendirinya, Manurung memang baik hati dan mengayomi bere atau keponakannya. Hal inilah yang membuat para sepupu Tambunan yang tergabung dalam rumpun marga Silahi Sabungan ikut menghormati Manurung sebagai Tulang.
Fakta tersebut di atas, betapa banyak marga yang menghormati Manurung sebagai Tulang, sebenarnya merupakan anomali atau kenyataan yang ganjil. Kenapa? Karena bertolak belakang dengan sifat umum kaum prianya, kaum perempuan (boru) Manurung justru terkenal agresif, garang, nekad dan independen. Selain itu, jarang sekali boru Manurung berwajah cantik, tapi ternyata malah laris manis dan menjadi ibu yang melahirkan banyak marga di kalangan etnis Batak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar